MEMBANGUN KARAKTER BANGSA MELALUI PENDIDIKAN
Nanda
Claresta Almas1) , Safari
Hasan, S.IP,MMRS2),
1)Ilmu Kesehatan Masyarakat, Institut Ilmu
Kesehatan Bhakti Wiyata
Kediri
2)Staff Pengajar Institut Ilmu
Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri
Jl. K.H Wachid Hasyim no. 65,
Kediri, Jawa Timur, Indonesia
Abstrak
Merajalelanya korupsi menandai bahwa
persoalan pendidikan karakter bangsa harus menjadi perhatian semua pihak,
pemimpin bangsa, aparat penegak hukum, pendidik dan tokoh-tokoh agama, golongan
dan lain sebagainya. Pembangunan karakter harus dibentuk. Studi ini dilakukan
berangkat dari keprihatinan saya persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia dalam
hal pendidikan karakter, lalu menganalisis fakta-fakta yang ada, dan dari sana
menawarkan berbagai alternatif penyelesaian. Dari hasil analisis dan pembahasan,
didapatkan kesimpulan bahwa pembangunan karakter jika ingin efektif dan utuh
mesti menyertakan tiga institusi, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
Karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyambung kembali
hubungan dan educational networks yang nyaris putus antara ketiga institusi
pendidikan ini. Tanpa tiga institusi itu, program pendidikan karakter sekolah
hanya menjadi wacana semata tidak akan berhasil karena tidak ada kesinambungan
dan harmonisasi.
Abstract
The current state of
corruption should encourage
every citizens of the
nation, all parties,
the leaders of the
nation, law enforcement officials, educators
and religious leaders, to focus their
attention to character building. Character development should be established as
part
of the national
strategy to improve nation’s life. The study begins
from my concern about
the backwardness of character education in Indonesia, and then from there I
attempts to propose alternative solutions.
The article concludes
that to be successfull, character development should include the participation
of three important institutions
of social life: family, school and community.
Therefore, the first step is to reconnect
the educational
institutions with other institutions. Without the three institutions, the
school character education program is
only a discourse which
will not succeed because
there is no continuity
and harmonization.
Keywords
character education; community;
education; family; school
Kata Kunci : karakter bangsa,
sekolah, keluarga,golongan,pendidikan
1. Pendahuluan
Latar Belakang
Persoalan
yang dihadapi bangsa ini
dari hari ke hari makin banyak tanpa ada titik terang penyelesaian. Semua lini kehidupan mengalami persoalan dan cobaan yang
tak habis-habisnya, bahkan semakin parah.
Mari kita perhatikan dalam percaturan
dunia. Salah satu badan internasional yang
bernaung di bawah organisasi PBB, United Nations Development Programme (UNDP),
menjalankan ritual tahunan, mengumumkan negara-negara menurut peringkat Human Development Index (HDI). Dalam laporan
HDI, negara Indonesia dibandingkan dengan negara-negara jiran, seperti Singapura,
Malaysia, Thailand, Brunnei Darussalam
dan Filipina, berada di peringkat yang masih
rendah. Hal ini sangat ironis, sebab realitas
menunjukkan, Singapura yang penduduknya
tidak lebih dari jumlah penduduk Jakarta,
Brunnei Darussalam yang negaranya tidak
seluas Jakarta, Malaysia yang pernah menjadi murid kita, serta Thailand dan Filipina
yang 14 tahun lalu sama-sama dibantai krisis, berada diperingkat yang lebih tinggi.
Mari kita perhatikan sekitar kita. Makin banyak orang yang jatuh miskin atau
semakin miskin. Negara kita semakin tak
diperhitungkan di antara negara-negara
dari hari ke hari makin banyak tanpa ada titik terang penyelesaian. Semua lini kehidupan mengalami persoalan dan cobaan yang
tak habis-habisnya, bahkan semakin parah.
Mari kita perhatikan dalam percaturan
dunia. Salah satu badan internasional yang
bernaung di bawah organisasi PBB, United Nations Development Programme (UNDP),
menjalankan ritual tahunan, mengumumkan negara-negara menurut peringkat Human Development Index (HDI). Dalam laporan
HDI, negara Indonesia dibandingkan dengan negara-negara jiran, seperti Singapura,
Malaysia, Thailand, Brunnei Darussalam
dan Filipina, berada di peringkat yang masih
rendah. Hal ini sangat ironis, sebab realitas
menunjukkan, Singapura yang penduduknya
tidak lebih dari jumlah penduduk Jakarta,
Brunnei Darussalam yang negaranya tidak
seluas Jakarta, Malaysia yang pernah menjadi murid kita, serta Thailand dan Filipina
yang 14 tahun lalu sama-sama dibantai krisis, berada diperingkat yang lebih tinggi.
Mari kita perhatikan sekitar kita. Makin banyak orang yang jatuh miskin atau
semakin miskin. Negara kita semakin tak
diperhitungkan di antara negara-negara
yang kompetitif. Negara kita masih diperhitungkan hanya karena memiliki jumlah
penduduk besar dan sumber daya alam yang
berlimpah. Kenyataannya, jumlah penduduk
yang besar dan sumber daya alam yang melimpah belum dapat memberi nilai tambah
serta jaminan bagi kemajuan dan pertumbuhan Indonesia.
Disamping itu, khususnya setelah kejatuhan Soeharto, Mei 1998, banyak terjadi
peristiwa yang memiriskan budi kemanusiaan. Kita melihat bagaimana martabat kemanusiaan bangsa Indonesia sudah terpuruk
ke jurang paling dalam,
mendekati tingkat kebinatangan. Kekerasan demi kekerasan yang terjadi di Indonesia merupakan suatu indikasi bahwa masyarakat kita sudah terkondisi dalam budaya
tanpa hukum. Aneka kekerasan itu seakan
bebas terus berlangsung tanpa ada yang bisa
mencegah. Maka ketika terjadi kekerasan
demi
kekerasan yang dilakukan sekelompok
front atau laskar, masyarakat menganggapnya biasa-biasa saja. Banyak korban yang telah jatuh karena berbagai konflik politik, etnis, dan agama. Semua ini mengindikasikan,
kekerasan telah diterima oleh sebagian masyarakat kita sebagai suatu kebiasaan, yang
bukan kejahatan, tetapi dijadikan santapan
sehari-hari dalam menghadapi persoalanpersoalan hidup.
Masyarakat kita, akhir-akhir ini, mudah meledak karena sebab sepele, tidak sabar, agresif, mudah rusuh. Konflik rumah tangga kian banyak, hubungan interpersonal
kian rapuh. Sebaliknya, banyak yang tampak
lebih apatis, tak mau tahu atau tak berdaya
menghadapi masa depan, semangat kerja
anjlok, sulit memusatkan pikiran atau mengambil keputusan akurat. Belum lagi meningkatnya laporan bunuh diri.
Sekolah-sekolah memang melahirkan
manusia cerdas, namun kurang memiliki
kesadaran akan pentingnya nilai-nilai moral
dan sopan santun dalam hidup bermasyarakat. Ini tampak dalam kasus tawuran antarsekolah, antarfakultas, antarperguruan tinggi
dan tindakan kekerasan yang hidup di dunia
pendidikan formal. Lulusan perguruan tinggi
yang mulai bekerja, tergiur berbuat tidak jujur karena tidak punya pegangan kebajikan.
Sebagian mahasiswa kita merasa bangga jika
kuliah tidak ada dosennya, perpustakaan
banyak kosong, internet digunakan untuk
hal-hal yang tidak terpuji, alergi buku yang
berbahasa asing, suka meniru skripsi orang
lain alias plagiator.
Perilaku tawuran atau kekerasan atau
perilaku tidak terpuji lainnya di sekolah-sekolah atau kampus-kampus, tidak mungkin
terjadi dengan tiba-tiba. Seseorang menampilkan perilaku itu merupakan hasil belajar
juga, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu, pendidikan kita
harus peduli terhadap upaya untuk mencegah perilaku kekerasan atau perilaku tidak
terpuji lainnya secara dini melalui program
pendidikan, agar budaya damai, sikap toleransi, empati, dan sebagainya, dapat ditanamkan kepada peserta didik semenjak
mereka berada di tingkat pendidikan pra sekolah maupun pada tingkat pendidikan dasar. Jadi, dalam kondisi kehidupan bangsa di mana nilai kemanusiaan mengalami krisis, bila dunia pendidikan formal hanya mencerdaskan kehidupan bangsa, tanpa diimbangi
penanaman nilai-nilai keluhuran martabat
manusia, belum memberikan sumbangan
besar bagi perwujudan masyarakat adil dan
makmur. Dalam dunia pendidikan kita sekarang ini, tidak boleh lagi terjadi proses
pendidikan yang lebih mendahulukan dimensi kognitif, sehingga dimensi humaniora dilalaikan, atau dengan kata lain, prestasi
akademik diutamakan, pembinaan manusia
sebagai pribadi dilalaikan. Predikat bangsa
Indonesia yang ramah dan sopan menjadi
kehilangan makna, manakala pembangunan
karakter bangsa menjadi kabur dilanda isu
kekerasan dan korupsi (Situmorang,2010).
Ada alasan yang sangat mendasar mengapa semua ini terjadi di Indonesia. Karakter
front atau laskar, masyarakat menganggapnya biasa-biasa saja. Banyak korban yang telah jatuh karena berbagai konflik politik, etnis, dan agama. Semua ini mengindikasikan,
kekerasan telah diterima oleh sebagian masyarakat kita sebagai suatu kebiasaan, yang
bukan kejahatan, tetapi dijadikan santapan
sehari-hari dalam menghadapi persoalanpersoalan hidup.
Masyarakat kita, akhir-akhir ini, mudah meledak karena sebab sepele, tidak sabar, agresif, mudah rusuh. Konflik rumah tangga kian banyak, hubungan interpersonal
kian rapuh. Sebaliknya, banyak yang tampak
lebih apatis, tak mau tahu atau tak berdaya
menghadapi masa depan, semangat kerja
anjlok, sulit memusatkan pikiran atau mengambil keputusan akurat. Belum lagi meningkatnya laporan bunuh diri.
Sekolah-sekolah memang melahirkan
manusia cerdas, namun kurang memiliki
kesadaran akan pentingnya nilai-nilai moral
dan sopan santun dalam hidup bermasyarakat. Ini tampak dalam kasus tawuran antarsekolah, antarfakultas, antarperguruan tinggi
dan tindakan kekerasan yang hidup di dunia
pendidikan formal. Lulusan perguruan tinggi
yang mulai bekerja, tergiur berbuat tidak jujur karena tidak punya pegangan kebajikan.
Sebagian mahasiswa kita merasa bangga jika
kuliah tidak ada dosennya, perpustakaan
banyak kosong, internet digunakan untuk
hal-hal yang tidak terpuji, alergi buku yang
berbahasa asing, suka meniru skripsi orang
lain alias plagiator.
Perilaku tawuran atau kekerasan atau
perilaku tidak terpuji lainnya di sekolah-sekolah atau kampus-kampus, tidak mungkin
terjadi dengan tiba-tiba. Seseorang menampilkan perilaku itu merupakan hasil belajar
juga, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu, pendidikan kita
harus peduli terhadap upaya untuk mencegah perilaku kekerasan atau perilaku tidak
terpuji lainnya secara dini melalui program
pendidikan, agar budaya damai, sikap toleransi, empati, dan sebagainya, dapat ditanamkan kepada peserta didik semenjak
mereka berada di tingkat pendidikan pra sekolah maupun pada tingkat pendidikan dasar. Jadi, dalam kondisi kehidupan bangsa di mana nilai kemanusiaan mengalami krisis, bila dunia pendidikan formal hanya mencerdaskan kehidupan bangsa, tanpa diimbangi
penanaman nilai-nilai keluhuran martabat
manusia, belum memberikan sumbangan
besar bagi perwujudan masyarakat adil dan
makmur. Dalam dunia pendidikan kita sekarang ini, tidak boleh lagi terjadi proses
pendidikan yang lebih mendahulukan dimensi kognitif, sehingga dimensi humaniora dilalaikan, atau dengan kata lain, prestasi
akademik diutamakan, pembinaan manusia
sebagai pribadi dilalaikan. Predikat bangsa
Indonesia yang ramah dan sopan menjadi
kehilangan makna, manakala pembangunan
karakter bangsa menjadi kabur dilanda isu
kekerasan dan korupsi (Situmorang,2010).
Ada alasan yang sangat mendasar mengapa semua ini terjadi di Indonesia. Karakter
bangsa yang lemah, karakter bangsa yang tidak kokoh dalam mempertahankan prinsip
kebenaran yang hakiki. Jangan-jangan nilai
kebenaran yang hakiki sekalipun tak dimiliki
bangsa ini. Padahal, bangsa yang maju adalah bangsa berkarakter dengan masyarakat
yang berkarakter kuat.
Karakter dan kepribadian yang kuat
ditunjukkan melalui sikap tertib aturan,
mandiri, menghormati orang lain, perhatian
dan kasih sayang, bertanggungjawab, adil,
berperan sebagai warga negara yang baik,
dan mendahulukan kepentingan khalayak.
Saat ini pemahaman tentang kebenaran ternyata diartikan dengan sangat sempit dan
kerdil, kebanyakan dibawa ke ranah hukum
atau pengadilan untuk diputuskan benartidaknya.
Mempertimbangkan berbagai kenyataan pahit yang kita hadapi, seperti dikemukakan di atas, pendidikan karakter merupakan langkah penting dan strategis dalam membangun kembali jati diri bangsa. Terbentuknya karakter peserta didik yang kuat dan
kokoh diyakini merupakan hal penting dan
mutlak dimiliki peserta didik untuk menghadapi tantangan hidup di masa akan datang.
Pengembangan karakter yang diperoleh melalui pendidikan, baik pada tingkat sekolah
maupun perguruan tinggi dapat mendorong
mereka menjadi anak-anak bangsa yang memiliki kepribadian unggul seperti diharapkan
dalam tujuan pendidikan nasional.
Bagaimana kondisi masyarakat Indonesia saat ini dalam kaitan dengan karakter
bangsa? Bagaimana pembangunan karakter
yang telah dan sedang dilakukan dalam masyarakat Indonesia? Apa solusi dan langkah
yang dapat dilakukan untuk pembangunan
karakter bangsa? Pertanyaan-pertanyaan
inilah yang coba digali dan dicari jawabannya dalam tulisan ini. Tulisan ini bermaksud
menggambarkan kondisi masyarakat Indonesia saat ini, sehingga membuat masyarakat
sadar akan urgensi pembangunan karakter
bangsa. berdasarkan analisis kondisi sosial
yang ada, akan dapat dikemukakan alternatif langkah yang dapat dilakukan untuk
membangun karakter bangsa. Tulisan ini
menggunakan beberapa kajian literatur tentang pendidikan karakter.
Istilah karakter (character) atau dalam
bahasa Indonesia diterjemahkan dengan watak, adalah sifat-sifat hakiki seseorang atau
suatu kelompok atau bangsa yang sangat menonjol sehingga dapat dikenali dalam berbagai situasi atau merupakan trade mark orang
tersebut (Tilaar, 2008).
Lickona (1991) merujuk pada konsep
good character yang dikemukakan oleh Aristoteles “... the life of right conduct-right conduct
in relation to other persons and in relation to one
self ” (karakter dapat dimaknai sebagai kehidupan berperilaku baik/penuh kebajikan,
yakni berperilaku baik terhadap pihak lain
(Tuhan YME, manusia, dan alam semesta)
dan terhadap diri sendiri).
Sementara Martadi (2010) memberikan pengertian Pendidikan Karakter adalah
proses pemberian tuntunan peserta/anak
didik agar menjadi manusia seutuhnya yang
berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga,
serta rasa dan karsa. Peserta didik diharapkan memiliki karakter yang baik meliputi kejujuran, tanggung jawab, cerdas, bersih dan
sehat, peduli, dan kreatif. Karakter tersebut
diharapkan menjadi kepribadian utuh yang
mencerminkan keselarasan dan keharmonisan dari olah HATI, PIKIR, RAGA, serta
RASA dan KARSA.
Selanjutnya, dalam pengertian yang
lebih luas, Martadi (2010) menyatakan pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai
pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,
pendidikan moral, pendidikan watak, yang
bertujuan mengembangkan kemampuan
peserta didik untuk memberikan keputusan
baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan
mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan
sehari-hari dengan sepenuh hati.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, pendidikan
karakter itu adalah
pendidikan nilai. Apa nilai-nilai itu? Secara
umum, kajian-kajian tentang nilai biasanya
mencakup dua bidang pokok, estetika dan
etika (atau akhlak, moral, budi pekerti). Estetika mengacu kepada hal-hal apa yang dipandang manusia sebagai indah, apa yang mereka senangi. Sementara, etika mengacu kepada hal-hal tentang tingkah laku yang pantas berdasarkan standar-standar yang
berlaku dalam masyarakat, baik yang bersumber dari agama, adat-istiadat, konvensi,
dan sebagainya. Standar itu adalah nilai-nilai moral atau akhlak tentang tindakan mana
yang baik dan mana yang buruk.
Menurut Foerster (Koesoema, 2006),
ada 4 (empat) ciri dasar dalam pendidikan
karakter, yaitu: Pertama, keteraturan setiap
tindakan dan diukur berdasarkan hierarki nilai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap
tindakan. Kedua, koherensi yang memberikan keberanian, membuat seseorang teguh
pada prinsip, tidak mudah terombang ambing pada situasi baru atau takut resiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun
rasa percaya satu sama lain. Ketiga, otonomi.
Di situ seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi
pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas
keputusan pribadi tanpa terpengaruh atau
desakan pihak lain. Keempat, keteguhan dan
kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan
seseorang guna mengingini apa yang dipandang baik. Kesetiaan merupakan dasar bagi
penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Semakna dengan Foerster, Lickona
(1991) menyebutkan ada 10 (sepuluh) pilar
ciri dasar pendidikan karakter, yaitu: Trustworthiness; Respect; Responsibility, Fairness; Caring; Honesty; Courage; Diligence;
Integritydan Citizenship.
Tidak perlu diungkapkan panjang lebar, apabila kita simak dari ciri-ciri dasar
pendidikan karakter tersebut di atas, maka
pertama, kita lihat adanya muatan etika
(atau akhlak, moral, budi pekerti) di dalam
karakter. Kedua, karakter merupakan milik
personal dari seseorang atau pun suatu masyarakat atau bangsa.
Antara moral dan karakter keduanya
tidak bisa dipisahkan. Karakter merupakan
sikap dan kebiasaan seseorang yang memungkinkan dan mempermudah tindakan
moral (Corley dan Phillips, 2000). Atau dengan kata lain karakter adalah kualitas moral
seseorang. Jika seseorang mempunyai moral yang baik, maka akan memiliki karakter
yang baik yang terwujud dalam sikap dan
perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
karena itu, pendidikan karakter menjadi penting dan strategis dalam membangun bangsa.
Pendidikan karakter dapat dimaknai
sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi
pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam
kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Melalui pendidikan karakter kita ingin agar
anak mampu menilai apa yang baik, memelihara secara tulus apa yang dikatakan baik
itu, dan mewujudkan apa yang diyakini baik
walaupun dalam situasi tertekan dan penuh
godaan.
Pendidikan Karakter adalah proses
pemberian tuntunan peserta/anak didik agar
menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa
dan karsa. Ketiga substansi dan proses psikologis tersebut bermuara pada kehidupan moral dan kematangan moral individu. Dengan
kata lain, karakter kita maknai sebagai kualitas pribadi yang baik, dalam arti tahu kebaikan, mau berbuat baik, dan nyata berperilaku baik, yang secara koheren memancar
sebagai hasil dari olah pikir, olah hati, olah
raga, dan olah rasa dan karsa.
Upaya membangun karakter bangsa
sebenarnya sudah dicanangkan sejak awal
kemerdekaan. Soekarno sebagai salah satu
pendiri bangsa telah menegaskan pentingnya
nation and character building. Proklamasi kemerdekaan hanyalah sebagai jembatan emas
untuk membangun bangsa dan karakter,
sebab bangsa yang tidak memiliki karakter
akan terombang-ambing di tengah pergaulan internasional. Oleh karena itu, Pancasila
selain difungsikan sebagai dasar negara juga
sebagai pandangan hidup dan ideologi.
Fungsi Pancasila sebagai pandangan
hidup merupakan prinsip-prinsip dasar yang
diyakini kebenarannya yang kemudian dijadikan pedoman dalam menghadapi berbagai
persoalan dalam kehidupan. Sebagai implikasi Pancasila sebagai pandangan hidup,
maka Pancasila juga merupakan jiwa dan
kepribadian, dan sekaligus menjadi moral
dan karakter bangsa Indonesia. Oleh karena itu, upaya membangun bangsa tidak bisa
dilepaskan dari Pancasila yang menurut
Notonagoro nilai-nilainya digali dari budaya
bangsa Indonesia sendiri.
pendidikan nilai. Apa nilai-nilai itu? Secara
umum, kajian-kajian tentang nilai biasanya
mencakup dua bidang pokok, estetika dan
etika (atau akhlak, moral, budi pekerti). Estetika mengacu kepada hal-hal apa yang dipandang manusia sebagai indah, apa yang mereka senangi. Sementara, etika mengacu kepada hal-hal tentang tingkah laku yang pantas berdasarkan standar-standar yang
berlaku dalam masyarakat, baik yang bersumber dari agama, adat-istiadat, konvensi,
dan sebagainya. Standar itu adalah nilai-nilai moral atau akhlak tentang tindakan mana
yang baik dan mana yang buruk.
Menurut Foerster (Koesoema, 2006),
ada 4 (empat) ciri dasar dalam pendidikan
karakter, yaitu: Pertama, keteraturan setiap
tindakan dan diukur berdasarkan hierarki nilai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap
tindakan. Kedua, koherensi yang memberikan keberanian, membuat seseorang teguh
pada prinsip, tidak mudah terombang ambing pada situasi baru atau takut resiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun
rasa percaya satu sama lain. Ketiga, otonomi.
Di situ seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi
pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas
keputusan pribadi tanpa terpengaruh atau
desakan pihak lain. Keempat, keteguhan dan
kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan
seseorang guna mengingini apa yang dipandang baik. Kesetiaan merupakan dasar bagi
penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Semakna dengan Foerster, Lickona
(1991) menyebutkan ada 10 (sepuluh) pilar
ciri dasar pendidikan karakter, yaitu: Trustworthiness; Respect; Responsibility, Fairness; Caring; Honesty; Courage; Diligence;
Integritydan Citizenship.
Tidak perlu diungkapkan panjang lebar, apabila kita simak dari ciri-ciri dasar
pendidikan karakter tersebut di atas, maka
pertama, kita lihat adanya muatan etika
(atau akhlak, moral, budi pekerti) di dalam
karakter. Kedua, karakter merupakan milik
personal dari seseorang atau pun suatu masyarakat atau bangsa.
Antara moral dan karakter keduanya
tidak bisa dipisahkan. Karakter merupakan
sikap dan kebiasaan seseorang yang memungkinkan dan mempermudah tindakan
moral (Corley dan Phillips, 2000). Atau dengan kata lain karakter adalah kualitas moral
seseorang. Jika seseorang mempunyai moral yang baik, maka akan memiliki karakter
yang baik yang terwujud dalam sikap dan
perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
karena itu, pendidikan karakter menjadi penting dan strategis dalam membangun bangsa.
Pendidikan karakter dapat dimaknai
sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi
pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam
kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Melalui pendidikan karakter kita ingin agar
anak mampu menilai apa yang baik, memelihara secara tulus apa yang dikatakan baik
itu, dan mewujudkan apa yang diyakini baik
walaupun dalam situasi tertekan dan penuh
godaan.
Pendidikan Karakter adalah proses
pemberian tuntunan peserta/anak didik agar
menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa
dan karsa. Ketiga substansi dan proses psikologis tersebut bermuara pada kehidupan moral dan kematangan moral individu. Dengan
kata lain, karakter kita maknai sebagai kualitas pribadi yang baik, dalam arti tahu kebaikan, mau berbuat baik, dan nyata berperilaku baik, yang secara koheren memancar
sebagai hasil dari olah pikir, olah hati, olah
raga, dan olah rasa dan karsa.
Upaya membangun karakter bangsa
sebenarnya sudah dicanangkan sejak awal
kemerdekaan. Soekarno sebagai salah satu
pendiri bangsa telah menegaskan pentingnya
nation and character building. Proklamasi kemerdekaan hanyalah sebagai jembatan emas
untuk membangun bangsa dan karakter,
sebab bangsa yang tidak memiliki karakter
akan terombang-ambing di tengah pergaulan internasional. Oleh karena itu, Pancasila
selain difungsikan sebagai dasar negara juga
sebagai pandangan hidup dan ideologi.
Fungsi Pancasila sebagai pandangan
hidup merupakan prinsip-prinsip dasar yang
diyakini kebenarannya yang kemudian dijadikan pedoman dalam menghadapi berbagai
persoalan dalam kehidupan. Sebagai implikasi Pancasila sebagai pandangan hidup,
maka Pancasila juga merupakan jiwa dan
kepribadian, dan sekaligus menjadi moral
dan karakter bangsa Indonesia. Oleh karena itu, upaya membangun bangsa tidak bisa
dilepaskan dari Pancasila yang menurut
Notonagoro nilai-nilainya digali dari budaya
bangsa Indonesia sendiri.
Rumusan
masalah
Apa peran pendidikan dalam membangun karakter bangsa ?
Tujuan
untuk memahami
tentang pendidikan dalaam membangun karakter bangsa
2. Pembahasan
A. Membangun Karakter dan
Kepribadian Bangsa
Membangun karakter bangsa adalah
membangun pandangan hidup, tujuan hidup, falsafah hidup, rahasia hidup serta
pegangan hidup suatu bangsa. Sebagai bangsa, bangsa Indonesia telah memiliki
pegangan hidup yang jelas. Dimulai sejak dikumandangkannya Proclamation of
Independence Indonesia dan dicetuskannya declaration of Independence sebagai
cetusan kemerdekaan dan dasar kemerdekaan, sekaligus menghidupkan kepribadian
bangsa Indonesia dalam arti kata yang seluas-luasnya meliputi kepribadian
politik, kepribadian ekonomi, kepribadian sosial, kepribadian kebudayaan dan
kepribadian nasional. Membangun karakter sangat diperlukan dalam memaknai
kehidupan merdeka yang telah dicapai oleh bangsa kita atas karunia Tuhan.
Pembentukan karakter adalah proses membangun dari bahan mentah menjadi cetakan
yang sesuai dengan bakat masing-masing. Pendidikan adalah proses pembangunan
karakter. Pembangunan karakter merupakan proses membentuk karakter, dari yang
kurang baik menjadi lebih baik, tergantung pada bekal masing-masing. Mau dibawa
kemana karakter tersebut dan mau dibentuk seperti apa nantinya, tergantung pada
potensinya dan juga tergantung pada peluangnya.
Pembangunan dan pendidikan karakter
sebenarnya telah dibatasi (kontradiktif) dengan pendidikan mahal dan komersil
atau kapatalisme pendidikan. Bangsa adalah kumpulan manusia individual,
Karakter bangsa dicerminkan oleh karakter manusia-manusia yang ada di dalam
bangsa tersebut. Sebuah bangsa lahir mirip dengan seorang manusia lahir.
Seorang bayi lahir dari perjuangan keras seorang ibu. Pembangunan karakter
bangsa juga demikian, dimana pembangunan karakter bangsa berkaitan dengan
sejarah dimasa lalu yang memberikan syarat-syarat material yang memunculkan
persepsi masyarakat terhadap kondisinya tersebut, dipengaruhi oleh kejadian
konkret di masa kini. Pembangunan karakter diperlukan untuk menumbuhkan watak
bangsa yang bisa dikenali secara jelas, yang membedakan diri dengan bangsa
lainnya, dan ini diperlukan untuk menghadapi situasi zaman yang terus
berkembang. Pembangunan karakter menjadi penting karena situasi kehidupan
tertentu dan konteks keadaan tertentu membutuhkan karakter yang sesuai untuk
menjawab keadaan yang ada tersebut. Misalnya, bangsa yang masih rendah
teknologinya memerlukan karakter yang produktif dan kreatif dari generasi
bangsanya, tempat berpikir ilmiah menjadi titik tekan karena hal itulah yang
sangat dibutuhkan untuk menjawab tuntutan. Pembangunan karakter yang keras
harus dilakukan untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Jangan sampai
titik tekan pembangunan karakter tersebut justru menjadi tidak cocok dengan
kebutuhan untuk mengatasi masalah yang ada. Pembangunan karakter itulah yang
kemudian dapat dilakukan oleh pendidikan karena didalamnya proses sosial
mengarahkan generasi yang dilakukan.
Kepribadian manusia selalu berkembang
sehingga bisa dibentuk ulang dan diubah. Kepribadian adalah hubungan antara
materi tubuh dan jiwa seseorang yang perkembangannya dibentuk oleh pengalaman
dan kondisi alam bawah sadar yang terbentuk sejak awal pertumbuhan manusia,
terutama akibat peristiwa-peristiwa psikologis yang penting dalam pertumbuhan
diri. Banyak yang beranggapan bahwa tidak ada orang yang memiliki dua
kepribadian, kecuali orang yang sakit jiwa. Kepribadian orang digunakan untuk
merespons lingkungan disekitarnya. Bukan segala tingkah laku orang dapat
ditentukan kepribadiannya, akan tetapi ada saat tertentu lingkungan luar dapat
mengubah kepribadian seseorang jika lingkungan tersebut memiliki pengaruh yang
sangat besar. Oleh karena itu, Kepribadian dapat berubah apabila lingkungan
tiba-tiba berubah.
B.Pengertian Pendidikan Karakter Bangsa
Tersirat dalam UU RI No 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional; merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan
Nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia
pasal 3 UU Sikdiknas menyebutkan “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
dan membantu watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan
bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya
potensi, peserta didik agar menjadi manusia yang beriman yang bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Tujuan Pendidikan Nasional merupakan
rumusan mengenai kualitas manusia modern yang harus dikembangkan oleh setiap
satuan pendidikan. Oleh sebab itu rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi
dasar pengembangan pendidikan karakter bangsa. Untuk memudahkan wawasan arti
pendidikan karakter bangsa perlu dikemukakan pengertian, istilah, pendidikan
karakter bangsa.
Pengertian Pendidikan
Pengertian Pendidikan menurut Para
Ahli :
Ki Hajar Dewantara
Menurutnya
pendidikan adalah suatu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Maksudnya
ialah bahwa pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada peserta
didik agar sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan
dan kebahagiaan hidup yang setinggi-tingginya.
Prof. Herman H. Horn
Beliau berpendapat
bahwa pendidikan adalah suatu proses dari penyesuaian lebih tinggi bagi makhluk
yang telah berkembang secara fisik dan mental yang bebas dan sadar kepada Tuhan
seperti termanifestasikan dalam alam sekitar, intelektual, emosional dan
kemauan dari manusia.
UNESCO
“education is now engaged is preparinment for
a tife Society which does not yet exist” atau bahwa pendidikan itu sekarang
adalah untuk mempersiapkan manusia bagi suatu tipe masyarakat yang masih belum
ada. Konsep system pendidikan mungkin saja berubah sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan pengalihan nilai-nilai kebudayaan (transfer of culture value).
Konsep pendidikan saat ini tidak dapat dilepaskan dari pendidikan yang harus
sesuai dengan tuntutan kebutuhan pendidikan masa lalu,sekarang,dan masa datang.
UU SISDIKNAS
No.20 tahun 2003
Pendidikan
merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mampu mengembangkan potensi yang ada didalam dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, kepribadian yang baik, pengendalian diri,
berakhlak mulia, kecerdasan,dan keterampilan yang diperlukan oleh dirinya
dan masyarakat.
Ahmad D. Marimba
Mengemukakan
bahwa pendidikan ialah suatu proses bimbingan yang dilaksanakan secara sadar
oleh pendidik terhadap suatu proses perkembangan jasmani dan rohani peserta
didik, yang tujuannya agar kepribadian peserta didik terbetuk dengan sangat
unggul. Kepribadian yang dimaksud ini bermakna cukup dalam yaitu pribadi yang
tidak hanya pintar, pandai secara akademis saja, akan tetapi baik juga secara
karakter.
Plato
Pendidikan adalah
sesuatu yang dapat membantu perkembangan individu dari jasmani dan akal dengan
sesuatu yang dapat memungkinkan tercapainya sebuah kesempurnaan.
Paulo Freire
Pendidikan adalah
jalan menuju pembebasan yang permanen dan terdiri dari dua tahap. Tahap pertama
adalah masa dimana manusia menjadi sadar akan pembebasan mereka, damana melalui
praksis mengubah keadaan itu. Tahap kedua dibangun atas tahap yang pertama, dan
merupakan sebuah proses tindakan kultural yang membebaskan.[1]
Pengertian
Pendidikan secara umum adalah suatu usaha sadar dan sistematis dalam mengembangkan
potensi peserta didik.
Pengaertian Karakter
Setiap orang memiliki karakternya masing-masing. Pengertian
karakter ini terkadang salah diartikan dengan watak, kepribadian maupun sifat
dari seseorang. Sebenarnya definisi dari karakter sendiri adalah akumulasi dari
watak, kepribadian serta sifat yang dimiliki seseorang. Karakter dalam diri
seseorang sebenarnya terbentuk secara tidak langsung dari proses pembelajaraan
yang dilaluinya. Karakter manusia bukan berasal dari sesuatu bawaan sejak
lahir, namun lebih kepada bentukan dari lingkungan hingga orang-orang yang ada
di sekitar nya.
Karakter yang ada di dalam diri seseorang biasanya sejalan
dengan tingkah lakunya. Bila orang tersebut selalu melakukan aktivitas yang
positif, sopan berbicara, menghargai orang lain, senang menolong, dan lainnya
maka dapat dikatakan jika kemungkinan besar karakter yang dimiliki orang
tersebut juga sangat baik. Namun jika orang tersebut seringkali melakukan
aktivitas yang buruk seperti senang mencela, berbohong, dan selalu berkata yang
tidak sopan, maka tentu saja kemungkinan besar jika karakter dari orang
tersebut sama buruknya dengan perilakunya.
Untuk mendalami tentang pengertian karakter yang lebih dalam,
berikut ini ada beberapa pengertian karakter menurut para ahli:
Menurut Maxwell
Pengertian karakter sebenarnya jauh lebih baik dibandingkan
dengan sekedar perkataan. Lebih dari hal tersebut, karakter merupakan pilihan
yang dapat menentukan sebuah tingkat kesuksesan dari seseorang.
Menurut Wyne
Pengertian karakter menandai bagaimana teknis maupun cara
yang digunakan dalam memfokuskan penerapan dari nilai-nilai kebaikan ke dalam
sebuah tingkah laku maupun tindakan.
Menurut Kamisa
Pengertian karakter merupakan sifat kejiwaan, akhlak serta
budi pekerti yang dimiliki seseorang yang membuatnya berbeda dibandingkan
dengan orang lainnya. Berkarakater juga dapat diartikan sebagai memiliki sebuah
watak serta kepribadian.
Menurut Doni Kusuma
Pengertian karakter adalah sebuah gaya, sifat, ciri, maupun
karakteristik yang dimiliki seseorang yang berasal dari pembentukan atupun
tempaan yang didapatkannya melalui lingkungan yang ada di sekitar.
Menurut
Gulo W
Pengertian karakter merupakan kepribadian yang dapat dilihat
dari titik moral maupun tolak etis, misalnya saja kejujuran seseorang. Biasanya
karakter memiliki hubungan pada sifat-sifat yang umumnya tetap.
Menurut
Alwisol
Pengertian karakter adalah penggambaran dari tingkah laku
yang dilakukan dengan memperlihatkan serta menonjolkan nilai, baik itu benar
atau salah secara implisit maupun eksplisit. Karakter tentu berbeda dengan
sebuah kepribadian yang memang di dalamnya tidak menyangkut nilai sama sekali.
Menurut
Soemarno Soedarsono
Pengertian karakter merupakan sebuah nilai yang sudah
terpatri di dalam diri seseorang melalui pengalaman, pendidikan, pengorbanan,
percobaan, serta pengaruh lingkungan yang kemudian dipadupadankan dengan nilai
nilai yang ada di dalam diri seseorang dan menjadi nilai intrinsik yang
terwujud di dalam sistem daya juang yang kemudian melandasari sikap, perilaku,
dan pemikiran seseorang.
Menurut
Ryan & Bohlin
Pengertian karakter merupakan sebuah pola perilaku seseorang.
Orang dengan karakter yang baik tentu saja akan paham mengenai kebaikan,
menyenangi kebaikan, serta mengerjakan sesuatu yang baik pula. Orang dengan
perilaku yang memang sesuai kaidah moral disebut sebagai orang yang berkarakter
mulia.
Menurut
Imam Al-Ghajali
Pengertian karakter merupakan sifat yang mana tertanam di
dalam sifat dan jiwa seseorang tersbeut. Sehingga akan secara spontan dan mudah
sikap, tindakan, dan perbuatan tersebut akan terpencarkan.[2]
Secara umum Karakter adalah
nilai-nilai yang khas, baik watak, akhlak atau kepribadian seseorang yang
terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebijakan yang diyakini dan
dipergunakan sebagai cara pandang, berpikir, bersikap, berucap dan bertingkah
laku dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan Karakter adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan
peserta didik guna membangun karakter pribadi dan/ atau kelompok yang unik baik
sebagai warga negara.
Karakter Bangsa adalah kualitas perilaku kolektif
kebangsaan yang khas baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara
sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa, karsa dan perilaku berbangsa
dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945,
keberagaman dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pengertian Pendidikan Karakter menurut para Ahli
Kita tau bahwa Pendidikan memang tak lepas dari yang namanya
makna dan definisi. Di dalam dunia pendidikan banyak sekali istilah-istilah
atau definisi-definisi yang dipakai kemudian memerlukan pembahasan mengenai
sesuatu definisi atau pengertiannya. Berikut merupakan beberapa pengertian
Pedidikan karakter berdasarkan Undang-Undang dan para pakar/ahli yang saya
kutip dari berbagai sumber:
Suyanto
Pendidikan karakter adalah cara berfikir dan berprilaku yang
menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam
lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun Negara.
Kertajaya
Pendidikan karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individe tersebut, serta merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu.
Kamus Psikologi
Menurut kamus psikologi pendidikan karakter adalah
kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran
seseorang, dan berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap. (Dali Gulo,
1982).
Menurut Thomas Lickona
Pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk
membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan
nilai-nilai etika yang inti.
-Pendidikan Karakter didasarkan pada
enam nilai-nilai etis bahwa setiap orang dapat menyetujui – nilai-nilai yang
tidak mengandung politis, religius, atau bias budaya. Beberapa hal di bawah ini
yang dapat kita jelaskan untuk membantu siswa memahami Enam Pilar Pendidikan
Berkarakter, yaitu sebagai berikut :
Trustworthiness (Kepercayaan)
Jujur, jangan menipu, menjiplak atau
mencuri, jadilah handal – melakukan apa yang anda katakan anda akan
melakukannya, minta keberanian untuk melakukan hal yang benar, bangun reputasi
yang baik, patuh – berdiri dengan keluarga, teman dan negara.
Recpect (Respek)
Bersikap toleran terhadap perbedaan,
gunakan sopan santun, bukan bahasa yang buruk, pertimbangkan perasaan orang
lain, jangan mengancam, memukul atau menyakiti orang lain, damailah dengan
kemarahan, hinaan dan perselisihan.
Responsibility (Tanggungjawab)
Selalu lakukan yang terbaik, gunakan
kontrol diri, disiplin, berpikirlah sebelum bertindak – mempertimbangkan
konsekuensi, bertanggung jawab atas pilihan anda.
Fairness (Keadilan)
Bermain sesuai aturan, ambil
seperlunya dan berbagi, berpikiran terbuka; mendengarkan orang lain, jangan
mengambil keuntungan dari orang lain, jangan menyalahkan orang lain
sembarangan.
Caring (Peduli)
Bersikaplah penuh kasih sayang dan
menunjukkan anda peduli, ungkapkan rasa syukur, maafkan orang lain, membantu
orang yang membutuhkan.
Citizenship (Kewarganegaraan)
Menjadikan sekolah dan masyarakat menjadi lebih baik, bekerja
sama, melibatkan diri dalam urusan masyarakat,
menjadi tetangga yang baik, mentaati hukum dan aturan, menghormati
otoritas, melindungi lingkungan hidup.
Fungsi pendidikan karakter
Fungsi pendidikan karakter karakter adalah untuk
mengembangkan potensi dasar seorang anak agar berhati baik, berperilaku baik,
serta berpikiran yang baik. Dengan fungsi besarnya untuk memperkuat serta
membangun perilaku anak bangsa yang multikultur. Selain itu pendidikan karakter
juga berfungsi meningkatkan peradaban manusia dan bangsa yang baik
di dalam pergaulan dunia. Pendidikan karakter dapat dilakukan bukan hanya
di bangku sekolah, melainkan juga dari bergai media yang meliputi keluarga,
lingkungan, pemerintahan, dunia usaha, serta media tegnologi.
Tujuan pendidikan karakter
Tujuan pendidikan karakter adalah membentuk bangsa yang
tangguh, berakhlak mulia, bermoral, bertoleransi, bekerja sama atau
bergotong royong. Selain itu Pendidikan karakter juga membentuk bangsa
mempunyai jiwa patriotik atau suka menolong sesama, berkembang dengan dinamis,
berorientasi pada ilmu pengetahuan serta teknologi, beriman dan bertakwa pada
Tuhan yang Maha Esa.
C. Pendidikan Karakter Untuk Membangun Keberadaban Bangsa
Dunia pendidikan diharapkan sebagai motor penggerak untuk
memfasilitasi perkembangan karakter, sehingga anggota masyarakat mempunyai
kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis dan demokratis dengan
tetap memperhatikan sendi-sendi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan
norma-norma sosial di masyarakat yang telah menjadi kesepakatan bersama. "Dari
mana asalmu tidak penting, ukuran tubuhmu juga tidak penting, ukuran Otakmu
cukup penting, ukuran hatimu itulah yang sangat penting” karena otak (pikiran)
dan kalbu hati yang paling kuat menggerak seseorang itu ”bertutur kata dan
bertindak”. Simak, telaah, dan renungkan dalam hati apakah telah memadai
”wahana” pembelajaran memberikan peluang bagi peserta didik untuk multi
kecerdasan yang mampu mengembangkan sikap-sikap: kejujuran, integritas,
komitmen,kedisipilinan,visioner,dankemandirian.Sejarah memberikan pelajaran
yang amat berharga, betapa perbedaan, pertentangan, dan pertukaran pikiran
itulah sesungguhnya yang mengantarkan kita ke gerbang kemerdekaan. Melalui
perdebatan tersebut kita banyak belajar, bagaimana toleransi dan keterbukaan
para Pendiri Republik ini dalam menerima pendapat, dan berbagai kritik saat
itu. Melalui pertukaran pikiran itu kita juga bisa mencermati, betapa kuat
keinginan para Pemimpin Bangsa itu untuk bersatu di dalam satu identitas
kebangsaan, sehingga perbedaan-perbedaan tidak menjadi persoalan bagi mereka.
Karena
itu pendidikan karakter harus digali dari landasan idiil Pancasila, dan
landasan konstitusional UUD 1945. Sejarah Indonesia memperlihatkan bahwa pada
tahun 1928, ikrar “Sumpah Pemuda” menegaskan tekad untuk membangun nasional
Indonesia. Mereka bersumpah untuk berbangsa, bertanah air, dan berbahasa satu
yaitu Indonesia. Ketika merdeka dipilihnya bentuk negara kesatuan. Kedua
peristiwa sejarah ini menunjukan suatu kebutuhan yang secara sosio-politis
merefleksi keberadaan watak pluralisme tersebut. Kenyataan sejarah dan sosial
budaya tersebut lebih diperkuat lagi melalui arti simbol “Bhineka Tunggal Ika”
pada lambang negara Indonesia.
Dari mana memulai dibelajarkannya nilai-nilai karakter bangsa, dari pendidikan informal, dan secara pararel berlanjut pada pendidikan formal dan nonformal. Tantangan saat ini dan ke depan bagaimana kita mampu menempatkan pendidikan karakter sebagai sesuatu kekuatan bangsa. Oleh karena itu kebijakan dan implementasi pendidikan yang berbasis karakter menjadi sangat
Dari mana memulai dibelajarkannya nilai-nilai karakter bangsa, dari pendidikan informal, dan secara pararel berlanjut pada pendidikan formal dan nonformal. Tantangan saat ini dan ke depan bagaimana kita mampu menempatkan pendidikan karakter sebagai sesuatu kekuatan bangsa. Oleh karena itu kebijakan dan implementasi pendidikan yang berbasis karakter menjadi sangat
penting
dan strategis dalam rangka membangun bangsa ini. Hal ini tentunya juga menuntut
adanya dukungan yang kondusif dari pranata politik,
sosial, dan,budayabangsa.
“Pendidikan Karakter Untuk Membangun Keberadaban Bangsa” adalah
kearifan dari keaneragaman nilai dan budaya kehidupan bermasyarakat. Kearifan
itu segera muncul, jika seseorang membuka diri untuk menjalani kehidupan
bersama dengan melihat realitas plural yang terjadi. Oleh karena itu pendidikan
harus diletakan pada posisi yang tepat, apalagi ketika menghadapi konflik yang
berbasis pada ras, suku dan keagamaan. Pendidikan karakter bukanlah sekedar
wacana tetapi realitas implementasinya, bukan hanya sekedar kata-kata tetapi
tindakan dan bukan simbol atau slogan, tetapi keberpihak yang cerdas untuk
membangun keberadaban bangsa Indonesia. Pembiasaan berperilaku santun dan damai
adalah refreksi dari tekad kita sekali merdeka, tetap merdeka.
(MuktionoWaspodo)
Pendidikan
karakter menjadi kunci terpenting kebangkitan Bangsa Indonesia dari
keterpurukan untuk menyongsong datangnya peradaban baru. Di Indonesia,
akhir-akhir ini menjadi isu yang sangat hangat sejak Pendidikan Karakter
dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada saat Peringatan
Hari Pendidikan Nasional, pada tanggal 2 mei 2010 lalu. Tekad Pemerintah
tersebut bertujuan untuk mengembangkan karakter dan budaya bangsa sebagai
bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan Nasional yang harus didukung
secara serius. Karakter bangsa dapat dibentuk dari program-program pendidikan
atau dalam proses pembelajaran yang ada di dalam kelas. Akan tetapi, apabila
pendidikan memang bermaksud serius untuk membentuk suatu karakter
generasi bangsa, ada banyak hal yang harus dilakukan, dan dibutuhkan penyadaran
terhadap para pendidik dan juga terhadap pelaksana kebijakan pendidikan. Jika
kita pahami arti dari Pendidikan secara luas, pendidikan sebagai proses
penyadaran, pencerdasan dan pembangunan mental atau karakter, tentu bukan hanya
identik dengan sekolah. Akan tetapi, berkaitan dengan proses kebudayaan yang
secara umum sedang berjalan, dan juga memliki kemampuan untuk mengarahkan
kesadaran, membentuk cara pandang, dan juga membangun karakter generasi muda.
Artinya, karakter yang menyangkut cara pandang dan kebiasaan siswa, remaja, dan
juga kaum muda secara umum sedikit sekali yang dibentuk dalam ruang kelas atau
sekolah, akan tetapi lebih banyak dibentuk oleh proses sosial yang juga tak
dapat dilepaskan dari proses ideoogi dan tatanan material-ekonomi yang sedang
berjalan.
Mendidik
budaya dan karakter bangsa adalah mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri
peserta didik melalui Pendidikan hati, otak, dan fisik. Pendidikan adalah suatu
usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik.
Pendidikan adalah suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan
generasi muda bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih
baik di masa depan. Keberlangsungan tersebut dapat ditandai oleh pewarisan
budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu,
pendidikan merupakan proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi
muda dan juga proses pengembangan budaya karakter bangsa untuk meningkatkan
kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Dalam proses
pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik mengembangkan
potensi dirinya, melakukan proses interalisasi, dan penghayatan nilai-nilai
menjadi kepribadian dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan
masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang
bermartabat. Berdasarkan pengertian budaya, karakter bangsa, dan pendidikan
yang telah dikemukakan diatas maka pendidikan budaya dan karakter bangsa
dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa pada diri peserta didik sehingga memiliki nilai dan karakter sebagai
karakter diri, yang menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya,
sebagai anggota masyarakat, dan warga Negara yang religius, nasionalis,
produktif dan kreatif. Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan budaya
dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di
masa mendatang. Perkembangan tersebut harus dilakukan melalui perencanaan yang
baik, pendekatan yang sesuai, dengan metode belajar serta pembelajaran yang
efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa
adalah usaha bersama sekolah oleh karenanya harus dilakukan secara bersama oleh
semua guru dan pemimpin sekolah, melalui semua mata pelajaran, dan menjadi
bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah.
Fungsi Pendidikan Budaya dan
Karakter Bangsa adalah perkembangan potensi peserta didik agar menjadi
berperilaku baik, dan bagi peseta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku
yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa, untuk memperkuat pendidikan
nasional untuk bertanggung jawab dalam perkembangan potensi peserta didik yang
bermartabat, dan juga untuk menyaring budaya bangsa sendiri dengan bangsa lain
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang
bermartabat.
D. Contoh Program
Pendidikan Karakter
1). Lingkungan Sekolah :
Training Guru
Terkait dengan program pendidikan
karakter disekolah, bagaimana
menjalankan dan melaksanakan pendidikan
karakter disekolah, serta
bagaimana cara menyusun program dan melaksanakannya, dari gagasan ke tindakan.
Program ini membekali dan memberikan wawasan
pada guru tentang psikologi anak, cara mendidik
anak dengan memahami mekanisme pikiran anak dan 3 faktor kunci untuk
menciptakan anak sukses, serta kiat praktis dalam memahami dan mengatasi anak
yang “bermasalah” dengan perilakunya.
Program
Bimbingan Mental
Program ini terbagi menjadi dua sesi program :
Sesi Workshop Therapy,
yang dirancang khusus untuk siswa usia 12 -18 tahun. Workshop ini bertujuan
mengubah serta membimbing mental anak usia remaja. Workshop ini bekerja sebagai “mesin perubahan instant” maksudnya setelah mengikuti
program ini anak didik akan berubah seketika menjadi anak yang lebih positif.
Sesi Seminar Khusus Orangtua Siswa,
membantu orangtua mengenali anaknya dan memperlakukan anak dengan lebih baik,
agar anak lebih sukses dalam kehidupannya. Dalam seminar ini orangtua akan
mempelajari pengetahuan dasar yang sangat bagus untuk mempelajari berbagai
teori psikologi anak dan keluarga. Memahami konsep menangani anak di rumah
dandi sekolah, serta lebih mudah mengerti dan memahami jalan pikiran anak, pasangan
dan orang lain.
Pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah
juga menuntut untuk memaksimalkan kecakapan dan kemampuan kognitif. Dengan
pemahaman seperti itu, sebenarnya ada hal lain dari anak yang tak kalah penting
yang tanpa kita sadari telah terabaikan.Yaitu memberikan pendidikan karakterb
pada anak didik. Pendidikan karakter penting artinya sebagai penyeimbang
kecakapan kognitif. Beberapa kenyataan yang sering kita jumpai bersama, seorang
pengusaha kaya raya justru tidak dermawan, seorang politikus malah tidak peduli
pada tetangganya yang kelaparan, atau seorang guru justru tidak prihatin
melihat anak-anak jalanan yang tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah.
Itu adalah bukti tidak adanya keseimbangan antara pendidikan kognitif dan
pendidikan karakter.
Ada sebuah kata bijak mengatakan “ ilmu tanpa
agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh”. Sama juga artinya bahwa
pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya, karena
buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan
dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Sebaliknya,
pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh sehingga
mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk itu, penting artinya
untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter anak didik.
Pendidikan karakter adalah pendidikan yang
menekankan pada pembentukan nilai-nilai karakterpada anak didik. Saya mengutip
empat ciri dasar pendidikan karakter yang dirumuskan oleh seorang pencetus
pendidikan karakter dari Jerman yang bernama FW Foerster:
Pendidikan karakter menekankan setiap tindakan
berpedoman terhadap nilai normatif. Anak didik menghormati norma-norma yang ada
dan berpedoman pada norma tersebut.
Adanya koherensi atau membangun rasa percaya
diri dan keberanian, dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh
pendirian dan tidak mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali
menghadapi situasi baru.
Adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati
dan mengamalkan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya.
Dengan begitu, anak didik mampu mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi
oleh desakan dari pihak luar.
Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya
tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan
marupakan dasar penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Pendidikan karakter penting bagi pendidikan di
Indonesia. Pendidikan karakter akan menjadi basic atau dasar dalam pembentukan
karakter berkualitas bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti
toleransi, kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan
sebagainya.Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya
memiliki kemampuan kognitif saja namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan
kesuksesan. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat,
ternyata kesuksesan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan
kemampuan teknis dan kognisinyan (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan
mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya
ditentukan sekitar 20 persen hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill.
Dan, kecakapan soft skill ini terbentuk melalui pelaksanaan
pendidikan karater pada anak didik. Berpijak
pada empat ciri dasar pendidikan karakter di atas, kita bisa menerapkannya
dalam polapendidikan yang diberikan pada anak didik. Misalanya, memberikan
pemahaman sampai mendiskusikan tentang hal yang baik dan buruk, memberikan
kesempatan dan peluang untuk mengembangkan dan mengeksplorasi potensi dirinya
serta memberikan apresiasi atas potensi yang dimilikinya, menghormati keputusan
dan mensupport anak dalam mengambil keputusan terhadap dirinya, menanamkan pada
anakdidik akan arti keajekan dan bertanggungjawab dan berkomitmen atas
pilihannya. Kalau menurut saya, sebenarnya yang terpenting bukan pilihannnya,
namun kemampuan memilih kita dan pertanggungjawaban kita terhadap pilihan kita
tersebut, yakni dengan cara berkomitmen pada pilihan tersebut.
Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam
kurikulum, diterapkan metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran.
Selain itu, di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar juga sebaiknya
diterapkan pola pendidikan karakter. Dengan begitu, generasi-generasi Indonesia
nan unggul akan dilahirkan dari sistem pendidikan karakter.
2). Lingkungan
Keluarga :
Membangun Karakter
Anak Sejak Usia Dini.
Karakter akan
terbentuk sebagai hasil pemahaman 3 hubungan yang pasti dialami setiap manusia
(triangle relationship),
yaitu hubungan dengan diri sendiri (intrapersonal), dengan lingkungan (hubungan sosial dan alam sekitar),
dan hubungan dengan Tuhan YME (spiritual). Setiap hasil hubungan tersebut akan
memberikan pemaknaan/pemahaman yang pada akhirnya menjadi nilai dan keyakinan anak. Cara anak memahami
bentuk hubungan tersebut akan menentukan cara anak memperlakukan dunianya.
Pemahaman negatif akan berimbas pada perlakuan yang negatif dan pemahaman yang
positif akan memperlakukan dunianya dengan positif. Untuk itu, Tumbuhkan
pemahaman positif pada diri anak sejak usia dini, salah satunya
dengan cara memberikan
kepercayaan pada
anak untuk mengambil keputusan
untuk dirinya sendiri, membantu anak mengarahkan potensinya dengan begitu
mereka lebih mampu untuk bereksplorasi dengan sendirinya, tidak menekannya baik
secara langsung atau secara halus, dan seterusnya.
Biasakan anak bersosialisasi dan berinteraksi
dengan lingkungan sekitar. Ingat
pilihan terhadap lingkungan sangat menentukan pembentukan karakter anak. Seperti kata pepatah bergaul
dengan penjual minyak wangi akan ikut wangi, bergaul dengan penjual ikan akan
ikut amis. Seperti itulah, lingkungan baik
dan sehat akan menumbuhkan karakter sehat dan baik, begitu pula
sebaliknya. Dan yang tidak bisa diabaikan adalah membangun hubungan spiritual
dengan Tuhan Yang Maha Esa. Hubungan spiritual dengan Tuhan YME
terbangun melalui pelaksanaan dan penghayatan ibadah ritual yang
terimplementasi pada kehidupan sosial.
3.
Kesimpulan
Karakter dapat dimaknai cara
berpikir dan berperilaku yang manjadi kebiasaan individu dalam kehidupannya dan
menetap menjadi ciri khas dari pribadi tersebut. Hal yang tidak bisa dipungkiri
bahwa pembentukan karakter ini antara lain dipengaruhi dan sejalan dengan pola
pendidikan yang diterima oleh individu. Untuk itu masalah pernbentukan karakter
pada tataran suatu negara yang menyangkut falsafah dan pandangan hidup, tidak
akan terlepas dan tidak akan mengabaikan peran dan kebijakan pendidikan di
suatu negara tersebut.
Untuk itu tidak salah ketika dikatakan bahwa pendidikan karakter merupakan sebuah pendekatan pendidikan yang menekankan pada aspek penerapan nilai-nilai kedalam implementasi setiap aspek pendidikan. Pendidikan karakter semestinya terarah dan terinternalisasi
pada pengembangan kultur edukatif yang mengarahkan anak didik untuk menjadi pribadi yang integral, mandiri, berkualitas dan bermatabat. Semoga, amin.
Untuk itu tidak salah ketika dikatakan bahwa pendidikan karakter merupakan sebuah pendekatan pendidikan yang menekankan pada aspek penerapan nilai-nilai kedalam implementasi setiap aspek pendidikan. Pendidikan karakter semestinya terarah dan terinternalisasi
pada pengembangan kultur edukatif yang mengarahkan anak didik untuk menjadi pribadi yang integral, mandiri, berkualitas dan bermatabat. Semoga, amin.
Daftar Pustaka
Biodata Penulis
No comments:
Post a Comment